Kemenag: Visa Ziarah Untuk Ibadah Haji Berisiko Dideportasi

- 24 Maret 2024, 07:50 WIB
Ilustrasi Haji
Ilustrasi Haji /Pexels/

Mitra Jakarta - Staf Khusus Menteri Agama Bidang Ukhuwah Islamiyah, Hubungan Organisasi Kemasyarakatan dan Sosial Keagamaan dan Moderasi Beragama, Ishfah Abidal Aziz mengimbau agar masyarakat tidak menggunakan visa ziarah untuk melaksanakan ibadah haji.

"Visa yang diakui oleh Pemerintah Arab Saudi dan diakui berdasarkan UU di Indonesia, untuk menjalankan ibadah haji, visanya harus haji. Visa dalam bentuk lain tidak bisa, dan (kalau digunakan) terlalu beresiko," ungkap Ishfah dikutip dari laman Kemenag, Minggu (24/3).

"Oleh karena itu saya mengimbau kepada umat muslim Indonesia tolong perhatikan benar visa itu. Jangan kemudian, asal visa, bisa berangkat. Harus dicek visa haji atau ziarah," sambungnya.

Baca Juga: Kemenag Umumkan Biaya Haji 2024 Rp93,4 Juta, Jemaah Bayar Rp56,04 Juta

Lebih lanjut pria yang akrab disapa Gus Alex ini mengatakan, pelaksanaan haji 2024 hanya bisa diikuti para jemaah yang mengantongi satu di antara tiga jenis visa. Ketiganya adalah visa untuk jemaah haji reguler, haji khusus, dan mujamalah.

"Jika visanya haji, silakan berangkat, tentu melalui proses haji khusus atau reguler atau melalui mujamalah tadi. Kalau visanya diluar itu, terlalu beresiko," tuturnya.

Gus Alex menambahkan, jika calon jemaah haji nekat menggunakan visa ziarah. Jemaah akan dihadapkan pada risiko terbesar, yakni dapat dideportasi.

'Resiko terbesar dideportasi," ucapnya.

Selain itu, pelaksanaan haji mensyaratkan adanya tasreh untuk bisa masuk ke Arafah.

"Tentu ini risiko besar, padahal haji di Arafah, yaitu wukuf di Arafah," ujarnya.

"Oleh karena itu, untuk memitigasi risiko ini, jemaah kita minta untuk menggunakan visa haji melalui jemaah haji reguler, jemaah haji khusus, atau visa mujamalah. Semuanya visanya adalah haji," tukasnya.***

Editor: Riyan Himawan

Sumber: Kemenag


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah