Stop Ukur Kebahagiaan Berdasarkan Standar Orang Lain, Begini Anjuran Dokter

- 29 April 2024, 14:05 WIB
Ilustrasi berlibur dan merasa bahagia. (ANTARA/Pexels/Belle Co)
Ilustrasi berlibur dan merasa bahagia. (ANTARA/Pexels/Belle Co) /

Mitra Jakarta - Anjuran dokter spesialis kesehatan jiwa di Jakarta adalah stop atau hentikan kebiasaan mengukur kebahagiaan berdasarkan standar orang lain.

Melalui seminar edukasi kepada masyarakat di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Minggu, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menghadirkan dokter spesialis jiwa dari RSUD Tarakan Jakarta, dr Zulvia Oktanida Syarif, SpKJ dan dokter spesialis jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit Jakarta, dr Yenny Sinambela, SpKJ (K) untuk memberikan materi edukasi tersebut yang bertajuk "Bahagia Tanpa Syarat".

Dokter spesialis kesehatan jiwa tersebut sepakat bahwa faktor penghambat kebahagiaan kerap berasal dari munculnya tekanan dalam diri seseorang untuk bisa mencapai sesuatu yang itu ia dapatkan dari standar ukur kebahagiaan orang lain.

"Misalnya usia segini mestinya sudah menikah, usia sekian mestinya sudah bekerja. Kemudian kalau sudah menikah, mestinya sudah hamil, begitu. Jadi banyak sekali standar-standar sosial yang menjadi pressure atau tekanan, itu akan menghambat orang menjadi bahagia," kata dr Zulvia yang akrab disapa dr Vivi.

Baca Juga: Berbagi Kebahagiaan HUT ke-8, Shopee 12.12 Birthday Sale Bagi-bagi Cashback 40% dengan Belanja di Shopee Video

Sementara dr Yenny menimpali juga bahwa, menurut dia, ukuran kebahagiaan orang lain tentu berbeda. Karena pada diri manusia memiliki keunikannya sendiri-sendiri yang bisa dipandang sebagai kelebihan maupun kekurangan.

"Permasalahan muncul ketika kita menghadapi hal-hal yang di luar ekspektasi tertentu. Untuk merasa bahagia, seseorang mesti belajar untuk menerima kalau dirinya unik sehingga bisa melihat sisi positifnya, tidak terpaku pada sisi negatifnya saja," kata dr Yenny.

Di era internet seperti sekarang, sangat mudah untuk memberikan ekspektasi-ekspektasi tertentu sebagai standar kebahagiaan, sehingga banyak sekali penghambat-penghambat yang membuat seseorang merasa tidak bahagia.

Misalnya, flexing atau aktivitas pamer barang mewah atau hidup mewah lewat media sosial. Hal itu berdampak pada ukuran kebahagiaan menjadi berdasarkan materi. Padahal tidak selalu seperti itu.

Halaman:

Editor: Yulianto

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah